Sabtu, 23 Oktober 2010

Dasar dan Kerangka dari Teori Kecerdasan Jamak

Beberapa tokoh sejarah manusia seperti Winston Churchil, bukanlah seorang yang tampil cerdas dengan angka gemilang ketika mereka berada di sekolah. Gus Dur, presiden Indonesia ke-empat juga tidak berhasil menampilkan diri sebagai pelajar yang cerdas. Sebaliknya, banyak murid-murid sekolah yang gemilang, ternyata gagal total dalam masyarakat. Apa yang harus dikatakan mengenai gejala-gejala ini?

Gejala di atas membuat para pendidik merasa perlu mendefinisikan ulang makna kecerdasan.  Apakah kecerdasan itu?  Bagaimana menolong anak-anak yang terhambat belajar?

Di masa lalu, manusia membuat suatu alat untuk mengetahui anak-anak yang mengalami kesulitan belajar, namanya test Inteligence Quotient.  Jadi tes IQ yang kini kita dikenali sebenarnya berawal dari sebuah usaha untuk mengetahui manakah murid-murid sekolah di Perancis yang mengalami kesulitan belajar sehingga mereka dapat dibantu.  Dari upaya ini dibentuklah tes kecerdasan yang pertama dan kemudian berkembang di Amerika Serikat.  Masalahnya muncul ketika orang-orang mulai menyempitkan arti kecerdasan dan ukuran kecerdasan seseorang menjadi  sebatas sebuah nilai skor IQ seseorang.  Maka orang yang ber-IQ 90 dinilai sebagai orang yang bodoh.

Sekitar 80 tahun setelah tes kecerdasan pertama dikembangkan, muncul seorang psikolog Harvard bernama Howard Gardner yang menantang pemahaman lama ini.  Dalam bukunya berjudul Frames of Mind (Gardner, 1983) ia membuktikan keberadaan dari (setidaknya) 7 kecerdasan dasar.  Lahirlah istilah kecerdasan jamak atau konsep multiple intelligences. Teori kecerdasan-kecerdasan jamak tersebut akhirnya mendobrak pemahaman kemampuan manusia melampaui batasan skor IQ. 

Menurut Gardner, kecerdasan adalah kapasitas untuk menyelesaikan masalah-masalah dan membuat cara penyelesaiannya dalam konteks yang beragam dan wajar.


 

Memulai mengenal temuan Gradner tentang masing-masing kecerdasan


1.      Kecerdasan Linguistik, yakni kemampuan seseorang untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan.  Kecerdasan ini juga mencakup kemampuan untuk memanipulasi sintak atau struktur suatu bahasa, fonologi atau suara-suara bahasa, semantika dan pengertian dari bahasa serta dimensi-dimensi dan kegunaan praktis dari suatu bahasa.

2.      Kecerdasan Matematis dan Logis, yakni kemampuan untuk menggunakan angka-angka secara efektif dan berpikir secara nalar.  Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungannya, pernyataan-pernyataan, proposisi: jika-maka, sebab-akibat, fungsi-fungsi dan abstrak-abstrak yang berkaitan.

3.      Kecerdasan Ruang, yakni kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara akurat dan melakukan perubahan-perubahan terhadap percepsi tersebut. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, wujud, ruang dan hubungan-hubungan yang ada antara unsur-unsur ini.

4.      Kecerdasan Fisik dan Gerak, yakni kemampuan untuk menggunakan seluruh tubuhnya untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan atau menggunakan tangan-tangan untuk menghasilkan dan mentransformasikan sesuatu.  Kecerdasan ini mencakup keahlian-keahlian fisik khusus seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan.

5.      Kecerdasan Musik, yakni kemampuan untuk mempersepsikan, mendiskriminasikan, mengubah dan mengespresikan bentuk-bentuk musik.  Kecerdasan ini mencakupi kepekaan terhadap ritme, tingkatan nada atau melodi, warna suara dari suatu karya musik.

6.      Kecerdasan Interpersonal, yakni kemampuan untuk mempersepsikan dan menangkap perbedaan-perbedaan mood, tujuan, motivasi dan perasaan-perasaan orang lain.  Yang termasuk adalah kepekaan terhadap ekspresi-ekspresi wajah, suara dan sosok postur (gestur) dan kemampuan untuk membedakan berbagai tanda interpersonal.

7.      Kecerdasan Dalam Pribadi, yakni kesadaran diri dan kemampuan untuk beradaptasi sesuai dasar dari pengetahuan tersebut.  Yang termasuk di dalam kecerdasan ini adalah kemampuan untuk menggambarkan diri secara baik dan kesadaran terhadap mood, tujuan, motivasi, temperamaen, keinginan dan kemampuan untuk disipilin pribadi, pemahaman diri dan self-esteem.

8.      Kecerdasan Alam, yakni kecerdasan yang dimiliki mereka yang mencintai alam-alam bebas, binatang dan petualangan alam di mana mereka belajar dari hal-hal yang berbeda secara kecil

9.      Kecerdasan Eksistensialis, yakni kecerdasan yang cenderung memandang masalah-masalah dari sudut pandang yang lebih luas dan menyeluruh serta menanyakan ‘untuk apa’ dan ‘apa dasar’ dari segala sesuatu.



Dasar teoritis dari konsep kecerdasan jamak
Banyak orang melihat kategori-kategori kecerdasan di atas, terutama musik, ruang dan tubuh fisik bertanya mengapa Howard Gardner menyebutkannya sebagai kecerdasan, dan bukan sebagai talenta, bakat atau keahlian.  Sebebnya adalah dengan sengaja Gardner ingin merombakl suatu cara piker tertentu.  Gardner menyadari orang-orang biasa mendengar ungkapan seperti ‘Orang ini tidak terlalu pintar, tetapi ia mempunyai keahlian tinggi dalam musik’.  Ia amat menyadari dan memilih penggunaan kata kecerdasan dalam tiap-tiap kategori.  Gardner mencoba bersikap provokatif, dengan menyebutkan adanya sembilan kecerdasan daripada sembilan keahlian karena ia ingin orang menyadari bahwa ada suatu pluralitas dari kecerdasan.

Untuk memberikan fondasi teoritis dari pernyataan-pernyataannya Gardner membentuk beberapa prasyarat dasar dari tiap kecerdasan.  Dengan kata lain, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat dianggap sebagai kecerdasan penuh dan bukan sekedar serpihan bakat atau keahlian tertentu.

Kriteria-kriteria yang dipakainya, antara lain:
-         Setiap kecerdasan dilaksanakan oleh salah satu bagian otak.  Bila bagian dari otak tadi diisolasi atau dilumpuhkan seperti, dalam kasus pasien yang menderita luka otak, harus terbukti bahwa kecerdasan tersebut lenyap.  Contoh yang jelas ialah bagaimana suatu kemampuan berbahasa lenyap bila bagian tertentu dari otak seorang pasien mengalami luka.  Jadi, kecerdasan harus dibuktikan dengan adanya kemungkinan melakukan isolasi terhadap bagian otak tertentu. 
-         Adanya keberadaan idiot savant (orang yang cerdas hanya dalam hal tertentu namun sangat bodoh dalam hal-hal lainnya), prodigies (genius) dan individu-individu tertentu yang luar biasa.  Kehadiran kecerdasan tertentu sangat menonjol dalam diri para jenius atau individu yang idiot dalam hal-hal umum walaupun dalam hal lain mereka sama cerdasanya atau bodohnya dengan orang lain.
-         Suatu kecerdasasan harus memperlihatkan adanya suatu sejarah perkembangan yang distinktif dengan hasil akhir tingkat tinggi yang dapat dikenali. Tingkat perkembangan dari kecerdasan tadi yang sangat tinggi nyata bedanya dengan tingkat perkembangan yang biasa atau yang tertinggal.  Selanjutnya suatu kecerdasan juga memperlihatkan kapan umumnya hal ini mulai, berkembang dan menurun.
-         Adanya bekas-bekas dari dalam sejarah umat manusia dan evolusinya mengenai awal kehadiran kecerdasan.  Sejarah manusia meninggalkan jejak-jejak kecerdasan-kecerdasan tadi seperti lukisan gua di Altamira yang menunjukkan kemampuan manusia untuk menggunakan kecerdasan tertentu untuk mengungkapkan makna hidupnya pada masa purbakala sekalipun. 
-         Adanya dukungan dari hasil-hasil psikometris.  Hasil psikometri atau pengukuran kejiwaan  mengungkapkan adanya kecerdasan tadi.
-         Dukungan dari hasil-hasil tugas-tugas eksperimen psikologi.  Hasil-hasil eksperimen juga dapat mengungkapkan adanya kecerdasan-kecerdasan tadi.
-         Setiap kecerdasan memiliki inti dari rangkaian operasinya.  Jadi, misalnya kecerdasan menangkap makna sesuatu (eksistensi) memiliki inti berupa kemampuan untuk merenungkan dan melihat hubungan satu hal dari hal lain.
-   Memampuan untuk dikodekan dalam suatu sistem symbol artinya setiap kecerdasan cenderung dapat diungkapkan melalui simbol-simbol tertentu.